TERKINI:

Ketua Komisi A DPRD Sumut Minta Pemda Madina Investigasi Warga Peserta Transmigrasi Singkuang

MEDAN - Ketua komisi A DPRD Sumatera Utara H M Nezar Djoeli, ST meminta pemerintah daerah Kabupaten Mandailing Natal (Madina), supaya menginvestigasi nama-nama peserta transmigrasi  di Desa Singkuang, Kecamatan Muara Batang Gadis. Sehingga penyelesaian permasalahan sengketa lahan warga trans singkuang, dapat tuntas dengan tidak merugikan berbagai pihak.

Hal tersebut di sampaikan Nezar, usai batalnya rapat dengar pendapat  (RDP) antara Komisi A DPRD sumut  dengan pihak PT Rendi Permata Raya dan masyarakat yang mengaku warga  transmigran singkuang, di aula rapat Komisi A DPRD Sumut, Senin (8/10) pagi.

Sebelumnya dalam rapat untuk mendengarkan penjelasan dari masing-masing pihak yang bersengketa itu, yakni  antara PT Rendi Permata Raya dan masyarakat yang mengaku warga  transmigran singkuang tersebut. Hadir dalam rapat tersebut Kadis Pertanahan Kabupaten Madina Faisal Lubis, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Madina Abdul Rahim Lubis dan pihak BPN Sumut. Namum dikarenakan pihak yang bersengketa  PT Rendi Permata Raya dan masyarakat yang mengaku warga  transmigran singkuang  tidak hadir, Wakil Ketua Komisi A DPRD sumut Muhri Fauzi Hafiz yang memimpin rapat tersebut, akhirnya membatalkan rapat, dikarenakan masing-masing pihak yang bersengketa tidak hadir.

Lebih lanjut Nezar mengatakan, masalah HGU PT Rendi Permata Raya yang telah berkekuatan hukum tetap, sebenarnya tidak dapat diganggu gugat, apalagi yang mengganggu ini merupakan peserta transmigrasi. Karena itu agar peserta transmigrasi Desa Singkuang yang di tempatkan pemerintah pada tahun 2002 benar-benar jelas siapa orangnya, ia meminta pemerintah daerah supaya melakukan investigasi terhadap nama-nama peserta transmigrasi yang kini bersengketa, sehingga persoalan transmigrasi singkuang ini benar-benar jelas siapa yang berhak memiliki lahan tersebut.

Pasalnya berdasarkan informasi dari warga asli Desa Singkuang, mereka justru menemukan puluhan bahkan ratusan nama yang tidak terdaftar sebagai peserta transmigrasi tahun 2002 lalu. Setali tiga uang, BPN Madina yang mengeluarkan sertifikat tanah untuk program transmigrasi tersebut, juga merasa ditipu oleh Dinas Transmigrasi setempat, karena awalnya program transmigrasi tahun 2002 itu diperuntukkan bagi warga korban konflik Aceh, Namun nyatanya justru pejabat daerah, para PNS, Bahkan oknum Polisi yang terdata memiliki sertifikat di atas tanah negara seluas 800 Hektar itu. Tidak hanya itu, dari 675 kepala keluarga yang masuk data mengikuti transmigrasi tersebut, ternyata di lokasi tanah negara SP-1 dan SP-2 singkuang tersebut hanya di tempati 150 kepala keluarga.

Awalnya penempatan para warga transmigrasi oleh pemerintah akibat konflik aceh tersebut, dilakukan pada tahun 2002. Namun sertifikat bagi warga baru dikeluarkan BPN kabupaten Madina pada tahun 2014 lalu, dikarenakan bantuan sebuah perusahaan perkebunan yang mengaku mendapatkan amanah dari warga sebagai bapak angkat.

Keganjilan terjadi karena justru nama-nama peserta transmigrasi yang dikeluarkan oleh dinas transmigrasi kabupaten Madina saat itu sebagian justru merupakan pejabat daerah, PNS, bahkan oknum aparat. Dari sinilah muncul dugaan bahwa tanah negara di Desa Singkuang hanya dijadikan kedok program transmigrasi yang pada akhirnya dibagi-bagikan kepada pendatang berdasi. (E1)











 


Tidak ada komentar: