TERKINI:

Tersandung Kasus Ujaran Kebencian,, Oknum Dosen USU Diadili


MEDAN | Eksisnews.com  -  Himma Dewiyana Lubis, seorang Dosen Universitas Sumatera Utara (USU), diadili di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu (9/1/2019). Ia harus duduk di kursi persidangan, karena didakwa dengan sengaja menyebarkan informasi yang menimbulkan kebencian di masyarakat melalui media sosial facebook, terkait bom di kota Surabaya tahun lalu.

Dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) Tiorida Juliana Hutagaol menyebutkan, Himma menuliskan kalimat "Skenario pengalihan yang sempurna #2019GantiPresiden“ dan “ini dia pemicunya Sodara, Kitab Al-Quran dibuang“ dalam akun facebook miliknya pada 12 Mei 2017.

"Bahwa pada 12-13 Mei 2017 di Jalan  Melinjo 2 Komplek Johor Permai, Gedung Johor, Kecamatan Medan Johor, Kota Medan, terdakwa dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)”, ujar Tiorida.

Saat itu lanjut JPU, pada 17 Mei 2017 
personel Subdit II Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Sumut sedang melakukan patrol siber dengan sasaran media sosial yang menyebarkan hoaks dan hatch speed di kantor Ditreskrimsus Polda Sumut. Petugas menemukan postingan terdakwa dan mulai melakukan penyelidikan. Pada hari itu juga, petugas menginterogasi dan terdakwa mengakui tulisan tersebut merupakan tulisannya.

"Bahwa terdakwa membuat caption / tulisan didalam akun facebook Himma Dewiyana tersebut, karena dirinya merasa kesal, jengkel dan sakit hati atas kepemimpinan Bapak Jokowi sebagai Presiden Republik Indonesia, di mana sembako pada naik/mahal, tarif listrik naik/mahal dan semua keperluan/kebutuhan sehari – hari pada naik/mahal," ucap JPU Tiorida.

Padahal lanjut JPU, sebelumnya terdakwa Himma sangat mengagung-agungkan Jokowi sebelum menjadi Presiden RI. “Di mana Janji-janji Bapak Jokowi pada saat kampanye pemilihan Presiden RI tahun 2014 sangat mendukung terdakwa dalam kehidupan sehari-hari,” sebut Tiorida lagi.

Namun, perbuatannya itu akan menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu atau kelompok masyarakat tertentu. "Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana melanggar Pasal 28 Ayat (2) Jo Pasal 45A Ayat (2) UU RI No 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI No 11 Tahun 2008 tentang Informasi Teknologi Elektronik," sebut JPU.

Usai mendengarkan dakwaan JPU, majelis hakim dipimpin Riana Pohan memberikan kesempatan kepada terdakwa mengajukan eksepsi pada hari itu juga. Terdakwa melalui penasihat hukumnya dari Tim Bantuan Hukum Korp Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Medan, menyatakan keberatan atas dakwaan karena dianggap kabur dan tidak cermat.

Dalam eksepsinya, penasihat hukum menyampaikan beberapa dasar keberatan mereka, utamanya terkait proses penyelidikan dan penyidikan yang tidak sesuai dengan KUHAP. Salah satunya terkait tidak adanya masyarakat yang melapor sebagai korban ujaran kebencian ini. Laporan justru dibuat penyidik.“Tindakan pelapor yang sekaligus menjadi penyelidik tidak selaras dengan KUHAP,” ucap penasihat hukum terdakwa.

Tim penasihat hukum juga menyoroti dakwaan yang dinilai tidak memenuhi syarat. “Kami penasihat hukum terdakwa Himma Dewiyana Lubis alias Himma; Menyatakan surat dakwaan ... sebagai dakwaan yang dinyatakan batal demi hukum atau harus dilibatkan atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima,” kata Rina Melati Sitompul, salah seorang penasihat hukum. 

Dalam perkara ini, Himma sempat ditahan penyidik di Polda Sumut pada 20 Mei 2018 hingga 8 Juni 2018. Setelah itu penahanannya ditangguhkan.(E3)


Tidak ada komentar: